Ada
dua tugas yang diberikan Islam kepada setiap manusia yaitu beribadah kepada
Alloh dan menjalankan kekhalifahan di muka bumi. Sebagaimana firman Alloh dalam
Al Qur’an “Dan aku tidak ciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
menyembahku.” (QS. Adz Dzaariyat: 56). Juga “Sesungguhnya Aku hendak
menjadikan (manusia) sebagai khalifah di muka bumi… “ (QS. Al Baqarah: 30).
Peran manusia sebagai khalifah sehingga dibutuhkan syakhsiyah Islamiyah.
Tarbiyah Islamiyah akan mengarahkan fitrah manusia kepada syakhsiyah
Islamiyah. Secara umum, sasaran tarbiyah di sekolah ataupun kampus
merupakan penjabaran dari sasaran umum tarbiyah Islamiyah. Basis inilah
dapat pula diusung dakwah di sana bahkan dapat menjadi cikal bakal dalam
keberhasilan dan kemenangan dakwah Islam sebab dalam usia ini mempunyai
kuantitas cukup banyak.
Merujuk
pada peran seorang mahasiswa sebagai agent of change yang menjadi
generasi perubah, akan selalu mewarnai pergerakan para pengusung dakwah kampus.
Aktivitas dakwah yang akan senantiasa diiringi dan dipenuhi onak duri yang
tidak akan semulus perjalanan jalan tol ataupun dikelilingi bunga dan
taman-taman yang indah saja. Setiap hembus nafas kehidupan para aktifis dakwah
kampus seyogyanya senantiasa diiringi dengan keikhlasan dan kebersihan hati
agar hasil yang diperoleh merdapat barokah dari Alloh. Tantangan yang akan
selalu dihadapi para pengusung dakwah dating dari segala penjuru dan segi
kehidupan. Kini, akankah para pengusung dakwah di kampus ini mampu dan tetap
istiqomah dalam mengemban dakwah?
Sosok
seorang aktifis akan sangat menentukan kekuatan dakwah. Bahkan pribadi seorang
aktifis bisa menjadi jazabiyah dakwah (daya tarik dakwah). Hal ini dapat
tergambarkan dalam muwashoffat (ciri-ciri) sebagai berikut:
1.
Salimul
aqidah (aqidah yang bersih)
2.
Shahihul
ibadah (ibadah yang benar)
3.
Matinul
khuluq (akhlaq yang kokoh)
4.
Qadirun
‘alal kasbi (mampu menghidupi dirinya)
5.
Mutsaqqaful
fikr (wawasan pemikiran yang luas)
6.
Qawiyyul jism (tubuh yang kuat)
7.
Mujahidun
li nafsihi (bersungguh-sungguh atas dirinya)
8.
Munazhamun
fi syu’unuhi (tertata segala urusannya)
9.
Haritsun
Ala Waqtihi
10.
Nafi’un
li ghairihi (bermanfaat bagi orang lain)
Hal tersebut menjadi kriteria dan profil yang akan senantiasa menjadi tujuan dan cita-cita
bagi setiap aktifis dakwah ketika mengusung dakwah di pundaknya.
Semakin
tinggi pohon, semakin kencang pula tiupan angin yang menerpanya. Pepatah ini
sekiranya sesuai dengan kehidupan seorang aktifis dakwah kampus. Namun, andin
dan badai kehidupan yang menerpa diri seorang aktifis dakwah hendaknya menjadi
proses tarbiyah tersendiri dari Alloh. Terkadang cukup banyak aktifis
dakwah kampus yang berguguran. Bahkan akan sering ditemui, ketika seseorang
yang telah menjadi aktivis dakwah sekolah saat SMA atau bahkan SMP, sudah mulai
berguguran dan berjalan mundur dari aktivitas dakwah di kampusnya. Sebuah ironi
memang, melihat fakta yang cukup memiriskan hati. Sempat terucap dari salah
seorang dari mantan aktifis dakwah sekolah yang kini urung untuk turut serta
dalam barisan dakwah di kampusnya bahwa cukuplah aku aktif dan bergerak di
medan dakwah saat SMA sebab dia ingin fokus untuk kuliah saja. Namun, benarkah
demikian? Sebuah alasan klise padahal mereka telah diharapkan dapat terus
berjuang di medan dakwah sebab hal tersebut adalah sebuah rangkaian proses tarbiyah
menuju kemenangan Islam. Kuliah, bukanlah sebuah alasan utama untuk mundur,
justru seharusnya kuliah menjadi salah satu jalan kita agar dapat mengetuk
pintu surgaNya.
“Serulah
(manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan
bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih
mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih
mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”
(QS. An Nahl:
125)
Berdasarkan
firman Alloh tersebut, kita dapat melihat sebuah tugas dan kewajiban bagi kita
untuk melakukan dakwah. Dakwah sendiri ialah mengajak manusia kepada Alloh
sehingga mereka tidak mengikuti thaghut dan beriman kepada Alloh agar
mereka keluar dari kegelapan jahiliyah menuju cahaya Islam. Bahkan Alloh telah
menjanjikan dalam Al Qur’an akan menolong setiap hambaNya yang menolong agama
Alloh.
Pertolongan
Alloh akan datang dari berbagai arah yang seringkali kita tidak akan
menyangkanya. Bahkan bagi seorang aktifis dakwah sekalipun. Telah banyak
pengalaman yang dialami oleh para aktivis dakwah kampus. Misalnya bukanlah hal
yang mustahil bagi Alloh jika akan mempertemukan dua saudara yang telah lama
terpisahkan dan secara logika peluangnya akan sangat kecil.
Kondisi
dakwah dan para aktifisnya ketika mendapat tantangan berat, maka ta’shil
akhlaqi (pengokohan akhlaq) tidak dapat ditawar-tawar lagi. Islam bukan
sekedar tujuan tapi juga cara. Jika kita mempunyai cita-cita menegakkan Islam
maka tidak ada cara lain untuk mencapainya kecuali dengan akhlaq Islami. Hal
ini juga disyariatkan oleh Allah dalam firmanNya:
“Dan janganlah kamu menjadi seperti
orang-orang yang keluar dari kampungnya dengan rasa angkuh dan dengan maksud
riya' kepada manusia serta menghalangi (orang) dari jalan Allah. dan (ilmu)
Allah meliputi apa yang mereka kerjakan.” (QS.
Al Anfal: 47)
Orang-orang
kafir pun membangkang pada Rasulullah namun mereka tidak kuasa menampik
kebenaran yang dibawa Rasulullah. Hal ini disebabkan selain hidayah dari Alloh
yang membuat seseorang berubah signifikan yang tidak dapat kita menduga adalah
keindahan akhlaq Rasulullah saw. Sekarang, bagaimanakah kondisi akhlaq ikhwah
yang mengaku dirinya adalah pengusung dakwah dan seorang aktifis dakwah kampus?
Akankah hal itu tampak hanya dari jasadiyahnya? Tentu saja tidak! Sekali
lagi tidak! Kita yang mengaku sebagai pengusung dakwah hendaknya perlu berkaca
kembali bagaimanakah akhlaq kita? Sudah Islamikah? Atau justru tidak jauh
berbeda orang lain pada umumnya yang masih menghamba pada dunia. Bahkan mungkin
justru telah tercemari oleh ghazwul fikr sehingga meninggalkan budaya
Timur bahkan budaya Islam. Naudzubillah. Padahal salah satu jalan menuju
kemenangan dakwah dapat melalui akhlaqul karimah dari para pengusungnya sebab
dapat langsung tampak sebagai suri tauladan.
Akhlaq
para aktivis dakwah ini akan diuji dalam setiap lembaga dan kegiatan kampus
yang dimasukinya. Begitu dekatnya dengan medan dakwahnya, mereka akan selalu
mendapat tantangan yang berbagai macam bentuknya. Sering ditemui ketika ikhwah
tersebut dibenturkan dengan berbagai macam hal yang sebenarnya sepele dan
sebenarnya tidak syar’i. Inilah mengapa perlu adanya kecerdasan ikhwah dalam
menyikapinya. Dalam hal ini bukanlah hanya kecerdasan otak namun kecerdasan
spiritualnya.
Derasnya arus globalisasi dan
informasi, menuntut para pengusung dakwah untuk selalu memperbaiki diri dan
meningkatkan kemampuannya menuju profil aktifis dakwah sejati seperti yang
telah dikemukakan sebelumnya. Buku-buku dan media yang kian merebak
mengharuskan kita dapat melakukan filterisasi yang cerdas dan tepat dalam
memilih buku atau media rujukan dan referensi agar tidak terjadi salah kaprah
bahkan berbeda jalur.
Hal ini telah banyak terjadi ketika ikhwah
yang mempuyai buku-buku rujukan yang bukan berdasrkan konsep Islam bahkan
bertentangan dengannya seringkali tergelincir dari jalan dakwah bahkan
membelok. Mungkin ada yang berpendapat bahwa hal itu tidaklah
mengapa. Akan tetapi, hal tersebut dapat dilakukan dengan melihat kapasitas
fikriyahnya. Inilah mengapa perlu adanya sebuah tarbiyah untuk memberikan kita
dasar agar tetap dalam manhaj Islam.
Penyakit
umat dalam dakwah bersumber pada sikap individual para pelaku dakwah (al
infiradiyah). Hal ini berpengaruh pada mentalitas dan aktivitasnya. Secara
mentalitas, terdapat beberapa hal yang dapat dilihat yaitu emosional,
figuritas, superioritas, dan meremehkan orang lain. Menghadapi keadaan hingga
bersikap serampangan atau ngawur, timbul otoriteriseme, merasa paling
hebat sehingga menyebabkan egoisme. Lemahnya aktivitas dapat ditunjukkan dengan
improvisasi asal-asalan (al ‘afawiyah) padahal dakwah spontanitas tidak
dapat dipertanggungjawabkan, memandang dakwah secara parsial (al juz’iyah),
meniru tradisi konservatif, dan perbaikan bersifat tambal sulam. Hal-hal
tersebut hendaknya dijauhi oleh para aktifis dakwah kampus.
Kembali lagi pada muwashoffat yang telah
disebutkan sebelumnya, diperlukan sebuah totalitas dan komitmen setiap aktifis
dakwah kampus untuk tetap beristiqomah. Aktifis
dakwah kampus selain sebagai da’I juga sebagai sivitas akademika maka
pergerakannya pun akan selalu diselaraskan dan berbasis pendidikan pula. Jadi,
ketika seseorang mundur dari gerakan dan barisan dakwah ini karena kegiatan
akademisnya, maka termasuklah ia orang yang merugi sebab ketika kita melakukan
aktivitas akademis sekaligus berdakwah tidak ada salahnya. Kita dapat melihat
banyak juga aktifis dakwah yang berguguran di tengah jalan karena berbagai
faktor.
Perlu
diingat pula bagaimanakah kualitas dari ikhwah itu sendiri sebagai
pengusung dakwah Islam? Ironi jika terpampang banyak nama di susunan
kepanitiaan maupun pengurus lembaga dakwah kampus, tetapi berapa persenkah yang
memiliki kualifikasi, komptensi dan keistiqomahan untuk menjalankan tugas
dakwah? Seringkali kita mempunyai data kuantitas yang banyak tetapi yang
berkualitas sangatlah sedikit. Ketika rekruitmen awal terlihat cukup banyak
jumlah kader yang terekrut, seperti seleksi alam jumlahnya pun semakin
berkurang di akhir periode hingga mengakibatkan penumpunan amanah pada beberapa
ikhwah. Kini… apakah totalitas telah tampak pada aktifis dakwah di kampus?
*
ditulis pertama kali tahun 2007 untuk lomba karya tulis tentang dakwah Islam
(Pesma Qolbun Salim)
Referensi:
Qardhawi, Yusuf. 1987. Pergerakan Islam; Masalah yang Mendesak.
Jakarta; Faruqi Publishing House
Siddiq, Mahfudz. 2002. Risalah Dakwah Thulabiyah. Jakarta:
Pustaka Tarbiatuna
Qomarudin, Tate. 2004. Kewajiban Da’I Saat Menghadapi Ujian Ta’shi
‘Aqadi. Ummi edisi 6/XVI/2004, hal. 62-63
Tidak ada komentar:
Posting Komentar