Kamis, 13 Juni 2013

Totalitas aktifis dakwah kampus, sudahkah?

Ada dua tugas yang diberikan Islam kepada setiap manusia yaitu beribadah kepada Alloh dan menjalankan kekhalifahan di muka bumi. Sebagaimana firman Alloh dalam Al Qur’an “Dan aku tidak ciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembahku.” (QS. Adz Dzaariyat: 56). Juga “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan (manusia) sebagai khalifah di muka bumi… “ (QS. Al Baqarah: 30). Peran manusia sebagai khalifah sehingga dibutuhkan syakhsiyah Islamiyah. Tarbiyah Islamiyah akan mengarahkan fitrah manusia kepada syakhsiyah Islamiyah. Secara umum, sasaran tarbiyah di sekolah ataupun kampus merupakan penjabaran dari sasaran umum tarbiyah Islamiyah. Basis inilah dapat pula diusung dakwah di sana bahkan dapat menjadi cikal bakal dalam keberhasilan dan kemenangan dakwah Islam sebab dalam usia ini mempunyai kuantitas cukup banyak.

Merujuk pada peran seorang mahasiswa sebagai agent of change yang menjadi generasi perubah, akan selalu mewarnai pergerakan para pengusung dakwah kampus. Aktivitas dakwah yang akan senantiasa diiringi dan dipenuhi onak duri yang tidak akan semulus perjalanan jalan tol ataupun dikelilingi bunga dan taman-taman yang indah saja. Setiap hembus nafas kehidupan para aktifis dakwah kampus seyogyanya senantiasa diiringi dengan keikhlasan dan kebersihan hati agar hasil yang diperoleh merdapat barokah dari Alloh. Tantangan yang akan selalu dihadapi para pengusung dakwah dating dari segala penjuru dan segi kehidupan. Kini, akankah para pengusung dakwah di kampus ini mampu dan tetap istiqomah dalam mengemban dakwah?

Sosok seorang aktifis akan sangat menentukan kekuatan dakwah. Bahkan pribadi seorang aktifis bisa menjadi jazabiyah dakwah (daya tarik dakwah). Hal ini dapat tergambarkan dalam muwashoffat (ciri-ciri) sebagai berikut:
1.       Salimul aqidah (aqidah yang bersih)
2.       Shahihul ibadah (ibadah yang benar)
3.       Matinul khuluq (akhlaq yang kokoh)
4.       Qadirun ‘alal kasbi (mampu menghidupi dirinya)
5.       Mutsaqqaful fikr (wawasan pemikiran yang luas)
6.       Qawiyyul jism (tubuh yang kuat)   
7.       Mujahidun li nafsihi (bersungguh-sungguh atas dirinya)
8.       Munazhamun fi syu’unuhi (tertata segala urusannya)
9.       Haritsun Ala Waqtihi
10.    Nafi’un li ghairihi (bermanfaat bagi orang lain)
Hal tersebut menjadi kriteria dan profil yang akan senantiasa menjadi tujuan dan cita-cita bagi setiap aktifis dakwah ketika mengusung dakwah di pundaknya.

Semakin tinggi pohon, semakin kencang pula tiupan angin yang menerpanya. Pepatah ini sekiranya sesuai dengan kehidupan seorang aktifis dakwah kampus. Namun, andin dan badai kehidupan yang menerpa diri seorang aktifis dakwah hendaknya menjadi proses tarbiyah tersendiri dari Alloh. Terkadang cukup banyak aktifis dakwah kampus yang berguguran. Bahkan akan sering ditemui, ketika seseorang yang telah menjadi aktivis dakwah sekolah saat SMA atau bahkan SMP, sudah mulai berguguran dan berjalan mundur dari aktivitas dakwah di kampusnya. Sebuah ironi memang, melihat fakta yang cukup memiriskan hati. Sempat terucap dari salah seorang dari mantan aktifis dakwah sekolah yang kini urung untuk turut serta dalam barisan dakwah di kampusnya bahwa cukuplah aku aktif dan bergerak di medan dakwah saat SMA sebab dia ingin fokus untuk kuliah saja. Namun, benarkah demikian? Sebuah alasan klise padahal mereka telah diharapkan dapat terus berjuang di medan dakwah sebab hal tersebut adalah sebuah rangkaian proses tarbiyah menuju kemenangan Islam. Kuliah, bukanlah sebuah alasan utama untuk mundur, justru seharusnya kuliah menjadi salah satu jalan kita agar dapat mengetuk pintu surgaNya.

Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” 
(QS. An Nahl: 125)

Berdasarkan firman Alloh tersebut, kita dapat melihat sebuah tugas dan kewajiban bagi kita untuk melakukan dakwah. Dakwah sendiri ialah mengajak manusia kepada Alloh sehingga mereka tidak mengikuti thaghut dan beriman kepada Alloh agar mereka keluar dari kegelapan jahiliyah menuju cahaya Islam. Bahkan Alloh telah menjanjikan dalam Al Qur’an akan menolong setiap hambaNya yang menolong agama Alloh.

Pertolongan Alloh akan datang dari berbagai arah yang seringkali kita tidak akan menyangkanya. Bahkan bagi seorang aktifis dakwah sekalipun. Telah banyak pengalaman yang dialami oleh para aktivis dakwah kampus. Misalnya bukanlah hal yang mustahil bagi Alloh jika akan mempertemukan dua saudara yang telah lama terpisahkan dan secara logika peluangnya akan sangat kecil.

Kondisi dakwah dan para aktifisnya ketika mendapat tantangan berat, maka ta’shil akhlaqi (pengokohan akhlaq) tidak dapat ditawar-tawar lagi. Islam bukan sekedar tujuan tapi juga cara. Jika kita mempunyai cita-cita menegakkan Islam maka tidak ada cara lain untuk mencapainya kecuali dengan akhlaq Islami. Hal ini juga disyariatkan oleh Allah dalam firmanNya:

Dan janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang keluar dari kampungnya dengan rasa angkuh dan dengan maksud riya' kepada manusia serta menghalangi (orang) dari jalan Allah. dan (ilmu) Allah meliputi apa yang mereka kerjakan.”  (QS. Al Anfal: 47)

Orang-orang kafir pun membangkang pada Rasulullah namun mereka tidak kuasa menampik kebenaran yang dibawa Rasulullah. Hal ini disebabkan selain hidayah dari Alloh yang membuat seseorang berubah signifikan yang tidak dapat kita menduga adalah keindahan akhlaq Rasulullah saw. Sekarang, bagaimanakah kondisi akhlaq ikhwah yang mengaku dirinya adalah pengusung dakwah dan seorang aktifis dakwah kampus? Akankah hal itu tampak hanya dari jasadiyahnya? Tentu saja tidak! Sekali lagi tidak! Kita yang mengaku sebagai pengusung dakwah hendaknya perlu berkaca kembali bagaimanakah akhlaq kita? Sudah Islamikah? Atau justru tidak jauh berbeda orang lain pada umumnya yang masih menghamba pada dunia. Bahkan mungkin justru telah tercemari oleh ghazwul fikr sehingga meninggalkan budaya Timur bahkan budaya Islam. Naudzubillah. Padahal salah satu jalan menuju kemenangan dakwah dapat melalui akhlaqul karimah dari para pengusungnya sebab dapat langsung tampak sebagai suri tauladan.

Akhlaq para aktivis dakwah ini akan diuji dalam setiap lembaga dan kegiatan kampus yang dimasukinya. Begitu dekatnya dengan medan dakwahnya, mereka akan selalu mendapat tantangan yang berbagai macam bentuknya. Sering ditemui ketika ikhwah tersebut dibenturkan dengan berbagai macam hal yang sebenarnya sepele dan sebenarnya tidak syar’i. Inilah mengapa perlu adanya kecerdasan ikhwah  dalam menyikapinya. Dalam hal ini bukanlah hanya kecerdasan otak namun kecerdasan spiritualnya.

Derasnya arus globalisasi dan informasi, menuntut para pengusung dakwah untuk selalu memperbaiki diri dan meningkatkan kemampuannya menuju profil aktifis dakwah sejati seperti yang telah dikemukakan sebelumnya. Buku-buku dan media yang kian merebak mengharuskan kita dapat melakukan filterisasi yang cerdas dan tepat dalam memilih buku atau media rujukan dan referensi agar tidak terjadi salah kaprah bahkan berbeda jalur.

Hal ini telah banyak terjadi ketika ikhwah yang mempuyai buku-buku rujukan yang bukan berdasrkan konsep Islam bahkan bertentangan dengannya seringkali tergelincir dari jalan dakwah bahkan membelok. Mungkin ada yang berpendapat bahwa hal itu tidaklah mengapa. Akan tetapi, hal tersebut dapat dilakukan dengan melihat kapasitas fikriyahnya. Inilah mengapa perlu adanya sebuah tarbiyah untuk memberikan kita dasar agar tetap dalam manhaj Islam.

Penyakit umat dalam dakwah bersumber pada sikap individual para pelaku dakwah (al infiradiyah). Hal ini berpengaruh pada mentalitas dan aktivitasnya. Secara mentalitas, terdapat beberapa hal yang dapat dilihat yaitu emosional, figuritas, superioritas, dan meremehkan orang lain. Menghadapi keadaan hingga bersikap serampangan atau ngawur, timbul otoriteriseme, merasa paling hebat sehingga menyebabkan egoisme. Lemahnya aktivitas dapat ditunjukkan dengan improvisasi asal-asalan (al ‘afawiyah) padahal dakwah spontanitas tidak dapat dipertanggungjawabkan, memandang dakwah secara parsial (al juz’iyah), meniru tradisi konservatif, dan perbaikan bersifat tambal sulam. Hal-hal tersebut hendaknya dijauhi oleh para aktifis dakwah kampus.

Kembali lagi pada muwashoffat yang telah disebutkan sebelumnya, diperlukan sebuah totalitas dan komitmen setiap aktifis dakwah kampus untuk tetap beristiqomah. Aktifis dakwah kampus selain sebagai da’I juga sebagai sivitas akademika maka pergerakannya pun akan selalu diselaraskan dan berbasis pendidikan pula. Jadi, ketika seseorang mundur dari gerakan dan barisan dakwah ini karena kegiatan akademisnya, maka termasuklah ia orang yang merugi sebab ketika kita melakukan aktivitas akademis sekaligus berdakwah tidak ada salahnya. Kita dapat melihat banyak juga aktifis dakwah yang berguguran di tengah jalan karena berbagai faktor.

Perlu diingat pula bagaimanakah kualitas dari ikhwah itu sendiri sebagai pengusung dakwah Islam? Ironi jika terpampang banyak nama di susunan kepanitiaan maupun pengurus lembaga dakwah kampus, tetapi berapa persenkah yang memiliki kualifikasi, komptensi dan keistiqomahan untuk menjalankan tugas dakwah? Seringkali kita mempunyai data kuantitas yang banyak tetapi yang berkualitas sangatlah sedikit. Ketika rekruitmen awal terlihat cukup banyak jumlah kader yang terekrut, seperti seleksi alam jumlahnya pun semakin berkurang di akhir periode hingga mengakibatkan penumpunan amanah pada beberapa ikhwah. Kini… apakah totalitas telah tampak pada aktifis dakwah di kampus?

* ditulis pertama kali tahun 2007 untuk lomba karya tulis tentang dakwah Islam (Pesma Qolbun Salim)

Referensi:
Qardhawi, Yusuf. 1987. Pergerakan Islam; Masalah yang Mendesak. Jakarta; Faruqi Publishing House
Siddiq, Mahfudz. 2002. Risalah Dakwah Thulabiyah. Jakarta: Pustaka Tarbiatuna
Qomarudin, Tate. 2004. Kewajiban Da’I Saat Menghadapi Ujian Ta’shi ‘Aqadi. Ummi edisi 6/XVI/2004, hal. 62-63

Tidak ada komentar:

Posting Komentar